Celoteh di hari Minggu
Kemarin aku bergumul cukup berat dengan sebuah keputusan, sebuah keadaan yang menurutku cukup sulit buatku. Keputusan tentang masa depan, di mana akan menghabiskan waktu-waktu kedepan untuk mengabdikan diri. Kegelisahanku membuat aku tidak bisa tidur hingga pukul 1 pagi. Pikiranku bagaikan air deras yang mengalir dan tidak bisa dihentikan. Pikiran-pikiran menerawang berkelana ke sana ke mari berpadu melebur dengan kegelisahan hati. Ah, akhirnya aku harus menghadapi semua ini juga.
Sudah hampir dua minggu ini aku pulang ke Palangkaraya, kota kelahiranku. Maksud hati untuk menghabiskan waktu dengan mamah yang tinggal sendiri di rumah, menemaninya di masa senjanya. Ya, entah kenapa 2 minggu ini terasa cukup membosankan karena hanya tinggal di rumah saja, sesekali mengikuti acara di gereja yang sudah lama tak kukunjungi sejak bertahun-tahun silam. Banyak orang yang tak kukenal.. ada juga orang-orang tua teman mamah yang aku kenal. Mereka tampak semakin lanjut usia. Entah kenapa semua kondisi yang ada terasa membosankan.
Ya, aku teringat aktivitasku yang padat di kota lain, yang berpacu dengan detak jantung dan helaan nafasku. Tiba-tiba ketika libur tiba di sini, semua seakan di "shut down" dan aku "cripple" tak bergerak, atau tertidur pulas dengan rasa kantuk yang berat. Ya, menjadi pertanyaan di hatiku terdalam mengapa justru di kota kelahiranku sendiri, aku seperti orang yang kehilangan arah dan percaya diri?
Oh iya, soal pergumulan tentang keputusan itu. Sudah dua minggu ini aku menggumulkannya. Menggumulkan untuk pulang kampung.. bahasa dayak Ngajunya "buli mambangun lewu". Yah, sejak pertama kali aku disharingkan tentang kondisi sebuah universitas Kristen yang sekarat karena kurang dikelola dengan baik, pemikiran tentang pulang kampung itu semakin menghiasi pikiranku. Bertemu lagi dengan beberapa orang di home training Perkantas Palangkaraya, juga membicarakan hal yang sama. Ketika aku minggu lalu ke gereja, bertemu dengan orang yang pertama kali mensharingkan hal itu, dan ia menceritakan hal yang sama.
Hari ini di gereja, sebelum memberikan persembahan ke dekat altar, mamah berbisik "mungkin ini jalan Tuhan, mamah sudah tua dan tidak ada yang menemani di sini.. mungkin di masa mendatang kamu bisa lanjutkan lagi kuliahmu dan mengabdikan diri di Universitas Kristen itu"...
Ah, Universitas ini hampir bangkrut. Mahasiswanya hanya 150an orang. Dosen-dosennya pada lari karena tata kelolanya tidak jelas. Mau mengajar di sini seperti turun ke dalam kolam lumpur. Kelas-kelasnya dikelilingi ilalang liar tanah "Tambun Bungai".. mungkin mereka tidak akan sanggup lagi menggaji seseorang untuk menjadi dosennya. Apakah aku siap dengan semua tantangan itu? dengan maraknya korupsi di tanah ini? Gila harta dan uang di mana-mana? Segala sesuatu diukur dari kamu punya harta atau tidak, kamu punya rumah atau tidak, kamu punya mobil atau tidak, kamu bekerja di mana?
Mungkin itu yang membuatku menjadi bosan. Bosan ketika bertemu orang dan ditanya tentang kamu bekerja di mana? pandangan yang seakan mencari kesuksesan di atas segalanya. Bosan ketika orangtua yang sangat kuhormati memperkenalkanku dengan tambahan "aku lagi sekolah di mana". Memang membanggakan, tetapi bagiku sejujur-jujurnya terasa klise karena membanggakan sesuatu yang tampak mapan di mata manusia saja. Dan benar, mungkin itu yang membuatku bosan. Tuntutan yang diminta bagiku berbeda dengan apa yang menjadi keyakinan dan nilai imanku. Konsep kesuksesan yang aku yakini berbeda dengan apa yang ada di sekitarku. So what?
Tapi tentang universitas itu... rasa-rasanya sama seperti tenggelam perlahan-lahan ke dalam kolam lumpur itu. Tapi ia sampai sekarang menghiasi langit-langit benakku. Dan hari ini atas ajakan saudara kembarku aku akan bertemu dengan satu orang petinggi universitas ini.. ahhhh... kembali hatiku gelisah dan resah... jika aku menyanggupinya, apa kata dunia? :D aku harus bisa memberi penjelasan dan pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban yang cukup sulit untuk dipilah-pilah dan dipikirkan.
"Tuhan, help me to stand"...hanya itu yang menjadi doaku.. jika ini memang kehendakMu, Engkau pasti buka jalannya.. dan aku belajar untuk berserah dan percaya. Tolong aku untuk mengambil keputusan.
Terima kasih Tuhan..
Sudah hampir dua minggu ini aku pulang ke Palangkaraya, kota kelahiranku. Maksud hati untuk menghabiskan waktu dengan mamah yang tinggal sendiri di rumah, menemaninya di masa senjanya. Ya, entah kenapa 2 minggu ini terasa cukup membosankan karena hanya tinggal di rumah saja, sesekali mengikuti acara di gereja yang sudah lama tak kukunjungi sejak bertahun-tahun silam. Banyak orang yang tak kukenal.. ada juga orang-orang tua teman mamah yang aku kenal. Mereka tampak semakin lanjut usia. Entah kenapa semua kondisi yang ada terasa membosankan.
Ya, aku teringat aktivitasku yang padat di kota lain, yang berpacu dengan detak jantung dan helaan nafasku. Tiba-tiba ketika libur tiba di sini, semua seakan di "shut down" dan aku "cripple" tak bergerak, atau tertidur pulas dengan rasa kantuk yang berat. Ya, menjadi pertanyaan di hatiku terdalam mengapa justru di kota kelahiranku sendiri, aku seperti orang yang kehilangan arah dan percaya diri?
Oh iya, soal pergumulan tentang keputusan itu. Sudah dua minggu ini aku menggumulkannya. Menggumulkan untuk pulang kampung.. bahasa dayak Ngajunya "buli mambangun lewu". Yah, sejak pertama kali aku disharingkan tentang kondisi sebuah universitas Kristen yang sekarat karena kurang dikelola dengan baik, pemikiran tentang pulang kampung itu semakin menghiasi pikiranku. Bertemu lagi dengan beberapa orang di home training Perkantas Palangkaraya, juga membicarakan hal yang sama. Ketika aku minggu lalu ke gereja, bertemu dengan orang yang pertama kali mensharingkan hal itu, dan ia menceritakan hal yang sama.
Hari ini di gereja, sebelum memberikan persembahan ke dekat altar, mamah berbisik "mungkin ini jalan Tuhan, mamah sudah tua dan tidak ada yang menemani di sini.. mungkin di masa mendatang kamu bisa lanjutkan lagi kuliahmu dan mengabdikan diri di Universitas Kristen itu"...
Ah, Universitas ini hampir bangkrut. Mahasiswanya hanya 150an orang. Dosen-dosennya pada lari karena tata kelolanya tidak jelas. Mau mengajar di sini seperti turun ke dalam kolam lumpur. Kelas-kelasnya dikelilingi ilalang liar tanah "Tambun Bungai".. mungkin mereka tidak akan sanggup lagi menggaji seseorang untuk menjadi dosennya. Apakah aku siap dengan semua tantangan itu? dengan maraknya korupsi di tanah ini? Gila harta dan uang di mana-mana? Segala sesuatu diukur dari kamu punya harta atau tidak, kamu punya rumah atau tidak, kamu punya mobil atau tidak, kamu bekerja di mana?
Mungkin itu yang membuatku menjadi bosan. Bosan ketika bertemu orang dan ditanya tentang kamu bekerja di mana? pandangan yang seakan mencari kesuksesan di atas segalanya. Bosan ketika orangtua yang sangat kuhormati memperkenalkanku dengan tambahan "aku lagi sekolah di mana". Memang membanggakan, tetapi bagiku sejujur-jujurnya terasa klise karena membanggakan sesuatu yang tampak mapan di mata manusia saja. Dan benar, mungkin itu yang membuatku bosan. Tuntutan yang diminta bagiku berbeda dengan apa yang menjadi keyakinan dan nilai imanku. Konsep kesuksesan yang aku yakini berbeda dengan apa yang ada di sekitarku. So what?
Tapi tentang universitas itu... rasa-rasanya sama seperti tenggelam perlahan-lahan ke dalam kolam lumpur itu. Tapi ia sampai sekarang menghiasi langit-langit benakku. Dan hari ini atas ajakan saudara kembarku aku akan bertemu dengan satu orang petinggi universitas ini.. ahhhh... kembali hatiku gelisah dan resah... jika aku menyanggupinya, apa kata dunia? :D aku harus bisa memberi penjelasan dan pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban yang cukup sulit untuk dipilah-pilah dan dipikirkan.
"Tuhan, help me to stand"...hanya itu yang menjadi doaku.. jika ini memang kehendakMu, Engkau pasti buka jalannya.. dan aku belajar untuk berserah dan percaya. Tolong aku untuk mengambil keputusan.
Terima kasih Tuhan..